Potensi Panas Bumi di Indonesia: Solusi Energi Masa Depan
Panas bumi (geothermal) merupakan panas yang tersimpan dalam batuan yang letaknya
berada di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung di dalamnya. Panas bumi pertama kali dimanfaatkan oleh Italia pada tahun 1913 untuk dijadikan pembangkit listrik.
Pada tahun 1958, Selandia Baru melakukan hal serupa. Diantara tahun 1973 dan 1979, di mana kebutuhan akan energi meningkat diiringi dengan harga minyak dunia yang semakin melambung, banyak negara-negara lain ikut terdorong untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan beralih untuk memanfaatkan panas bumi, salah satunya Amerika Serikat.
Saat ini, potensi dari panas bumi sudah dimanfaatkan oleh 24 negara untuk pembangkit listrik, termasuk Indonesia. Indonesia pertama kali mengenal dan memanfaatkan panas bumi pada tahun 1918. Kegiatan pemanfaatan panas bumi sempat terhenti akibat pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan.
Pada tahun 1972, kegiatan eksplorasi pemanfaatan panas bumi secara besar-besaran dilakukan dengan bantuan dari pemerintah Perancis dan Selandia Baru, yang melakukan survei pendahuluan di seluruh wilayah Indonesia.
Dari survei tersebut, ditemukan 217 titik prospek potensi panas bumi yang berada di sepanjang jalur vulkanik dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survei yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusa Tenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku, dan 5 prospek di Kalimantan.
Potensi sumber daya panas bumi Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe (30-40% potensi panas bumi dunia). Untuk energi panas bumi, dalam ”Road Map Pengelolaan
Energi Nasional”, Pemerintah menetapkan rencana peningkatan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia secara bertahap, dari 807 MWe pada tahun 2005 hingga 9500 MWe pada tahun 2025, yaitu 5% dari bauran energi tahun 2025 atau setara 167,5 juta barrel minyak.
Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan, karena fluida panas bumi setelah diubah menjadi energi listrik akan dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Emisi dari pembangkit listrik panas bumi sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara.
Karena emisinya yang rendah, energi panas bumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dimulai sejak tahun 2000-an, termasuk panas bumi.
Meskipun menyimpan potensi yang sangat besar, pemanfaatan energi panas bumi tidak luput dari polemik, khususnya sejak bermunculan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Pada 2016 di Bali, terdapat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Bedugul yang mangkrak sejak tahun 2005 karena protes dari warga padahal pengembangannya sudah dimulai sejak tahun 1974. Protes warga dilakukan sejak tahun 1997 dan protes tersebut karena pembangunan proyek tersebut dibangun di wilayah yang disakralkan oleh warga setempat.
“Setiap mau difasilitasi, masyarakat terus menolak. Makanya, Gubernur juga
membuat surat penolakan agar warga tak terpecah belah, sampai tiga kali surat
penolakan terhadap pembangunan proyek. Kami sangat menyayangkan
proyek ini mangkrak,” ujar Ketut di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).-
(CNN Indonesia 31/08/2016).
Pada tahun 2017, warga solok Sumatera Barat melakukan aksi protes atas rencana dibangunnya PLTP di Gunung Talang Bukit Kili, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok Sumatera Barat, protes ini dilakukan dengan dalih dampak negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan PLTP dapat merusak lingkungan dan mengganggu ekosistem di sektor pertanian.
“Kami khawatir, nanti air yang biasa mengaliri area pertanian kami akat tersedot
oleh proyek itu,” kata Yas Mulyadi, warga setempat (Mongabay 30/09/2017).
Aliansi Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (AM-NTT) Jakarta dan Forum Masyarakat Peduli
Dampak Lingkungan Proyek Pembangkit Listrik Panas Bumi Daratei Mataloko merumuskan
tuntutan yang dinamakan Trituma (Tiga Tuntutan Mahasiswa dan Masyarakat Ngada) yang
ditujukan kepada Kementrian ESDM yaitu:
1. Mendesak Kementrian ESDM untuk segera membentuk Tim Investigasi guna mengevaluasi proyek pembangunan PLTP Daratei Mataloko;
2. Mendesak Kementrian ESDM untuk segera mencabut Kegiatan Usaha Panas Bumi di Daerah Mataloko, Kab. Ngada, Prov. Nusa Tenggara Timur (NTT);
3. Menolak adanya Rencana dan Kegiatan (RUK) Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Mataloko FTP-2 (20MW) di Desa Ulubelu, Kelurahan Todobelu, Desa Tiwotoda, Kec. Golewa dan Desa Radamasa, Kec. Golewa Selatan, Kab. Ngada, Provinsi NTT.
Tuntutan ini didasari pada anggapan adanya sejumlah dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya PLTP di Ngada, antara lain kerugian materil berupa keruskan atap rumah warga di radius 0,2km, berubahnya kondisi lingkungan yang mencemaskan warga berdampak bagi kesehatan, menurunnya produksi pertanian, dan menghilangya lahan pertanian (Marjin News 16/01/2019).
Kebutuhan akan energi terus meningkat dan bukan tidak mungkin potensi dari
panas bumi Indonesia (30-40% potensi panas bumi dunia) bisa menjadi solusi akan
kebutuhan energi di masa yang akan datang. Pemerintah harus segera menyelidiki beragam persoalan yang diajukan oleh masyarakat mengenai pengembangan PLTP.
Sementara itu untuk hal-hal yang berbau takhayul, seperti “daerah sakral” atau semacamnya, haruslah kita edukasi bersama. Jangan sampai kita punah hanya karena sibuk melindungi takhayul.
Alasan mengapa penting membangun masyarakat yang ilmiah dan rasional, agar manusia dapat merespons tantangan lingkungan dan kehidupan bersama dengan solusi-solusi yang efektif. Salah satunya tentu saja dalam konteks memanfaatkan secara optimal potensi panas bumi yang Indonesia miliki sebagai sumber energi ramah lingkungan untuk peradaban berkelanjutan.
Source : GeoLive.id