Membangun Ekosistem Halal Supply Chain Indonesia
SEIRING bertumbuhnya kesadaran kebutuhan produk dan jasa halal di Indonesia oleh umat muslim, ditandai juga makin suburnya industri halal di dalam negeri. Hal tersebut mendorong pentingnya membangun ekosistem halal supply chain atau rantai pasok Indonesia.
Begitu besar kebutuhan produk dan jasa halal baik dunia maupun Indonesia sementara kebutuhan produk halal tidak hanya terbatas makanan saja. Sektor dalam industri halal tersebut terdiri atas 10 sektor yang secara ekonomi dan bisnis berkontribusi besar dalam industri halal: sektor industri makanan, wisata dan perjalanan, pakaian dan fesyen, kosmetik, finansial, farmasi, media dan rekreasional, kebugaran, pendidikan dan seni budaya.
Hal ini tidak lepas dari jumlah penduduk Muslim dunia yang terus mengalami pertumbuhan, di mana semakin besar jumlah penduduk Muslim dunia maka semakin besar juga kebutuhan akan produk dan jasa halal.
Berdasarkan data Majlis Global, jumlah penduduk Muslim global pada 2012 sebanyak 1,8 miliar jiwa, pada 2030 diproyeksikan jumlah penduduk Muslim dunia mencapai 2,2 miliar jiwa. Thomson Reuters (2015) memperkirakan pada 2019 pasar makanan halal bernilai USD2,537 miliar (21 persen dari pengeluaran global), pasar kosmetik halal menjadi USD73 miliar (6,78 persen dari pengeluaran global), dan kebutuhan personal yang halal yaitu USD103 miliar. Dalam bidang konsumsi saja Indonesia menempati peringkat pertama sebagai konsumen terbesar produk halal pada sektor makanan dan minuman sebesar USD155 miliar.
Oleh karena itu, penerapan manajemen rantai pasok halal sangat diperlukan untuk menjamin kualitas halalnya sebuah produk dan jasa. Penanganan produknya pun harus dipisahkan antara halal dengan tidak halal dan proses tersebut harus terjamin dari hulu hingga hilirnya. Konsep logistik halal harus segera dikembangkan serta diimplementasikan oleh semua pelaku industri yang terlibat dalam rantai pasok halal, di mana tidak hanya terbatas pada makanan halal.
Dengan adanya halal supply chain maka harapan akan standar mutu, kualitas produk, dan pelayanan produk serta jasa halal dapat terpenuhi yang terintegrasi mulai dari input, produksi, proses dan pendistribusian, pemasaran serta komsumsi. Misalnya untuk produk makanan dalam inputnya harus terjamin halalnya mulai dari saat diternak, pakan ternak, pupuk dan bahan kimia yang digunakan harus halal.
Kemudian pada saat proses produksi proses pemotongan hewan harus sesuai dengan syariah. Kemudian proses dan pendistribusian proses halal juga harus terjamin di dalam pergudangan, pengepakan, ruang pendinginan, dan pengolahan makanan. Setelah itu dalam pemasaran harus menunjukkan value syariah, baik ketika akan dibawa ke supermarket dan groceries terakhir sampai ke konsumen di restoran, hotel, dan food trucks tidak bercampur dengan makanan haram lalu ujungnya pembiayaannya menggunakan keuangan syariah serta menggunakan fasilitas asuransi syariah atau takaful agar risiko usaha tetap dapat dimitigasi.
Namun di sisi lain dalam penerapan halal supply chain management masih menghadapi beberapa kendala seperti berikut:
1. Pada pelaksanaannya, sertifikat halal MUI baru sebatas proses produksi saja, belum menyentuh ke sisi pemasok, retailer, hingga pedagang eceran.
2. Biaya sertifikasi halal harganya masih bervariasi dan relatif mahal bagi pelaku usaha mikro.
3. Sertifikat halal yang diluarkan oleh MUI belum diakui oleh negera lain sehingga dalam melakukan ekspor produk halal ke luar negeri masih harus mengikuti sertifikat halal negera tujuan sehingga menambah beban operasional.
4. Masih adanya beberapa perusahaan yang belum mengantongi sertifikat halal MUI yang produknya dikomsumsi setiap hari.
5. Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 mengenai Jaminan Produk Halal (JPH) belum diterapkan secara wajib bagi seluruh industri.
Kerja sama dan sinergi dari semua pihak mulai dari pelaku industri, pemerintah, dan pengawas maka semua tantangan di atas dapat segera dapat diatasi sehingga peluang industri halal dapat terwujud untuk perekonomian Indonesia.
Sementara itu, Bank Indonesia telah merumuskan beberapa langkah penguatan dalam membangun ekosistem halal supply chain meliputi:
– Melakukan mapping industri strategis yang masuk dalam top prioritas seperti sektor pertanian, sektor industri pengolahan (food & fashion), sektor sektor energi terbarukan, dan sektor wisata halal.
– Melakukan identifikasi dan pengembangan model setiap sektor industri yang terintegrasi mulai pelaku usaha mikro, menengah dan besar di setiap sektor.
– Membangun pelaku usaha yang sukses dalam halal supply chain sebagai role model bagi sesama pelaku usaha.
– Membangun model usaha dan bisnis yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
– Mendorong regulasi yang mendukung yang sesuai dengan standarisasi dan pengawasan terhadap produk halal.
– Dukungan akses pasar baik di dalam negeri maupun luar negeri.
– Mendorong pelaku usaha dalam halal supply chain untuk ekspor keluar negeri dengan memanfaatkan jaringan Kedubes Indonesia di luar negeri.
– Meningkatkan kerja sama dengan asosiasi pengusaha dan pelaku usaha yang terkait dengan industri halal.
– Mendirikan pusat kajian dan center of excellence terkait dengan pengembangan model bisnis syariah.
– Membangun dan meningkatkan infrastruktur pendukung seperti mendirikan Kawasan Ekonomi Khusus syariah yang terintegrasi.
– Penguatan sumber pembiayaan sosial seperti zakat, infaq, zakat dan sedekah.
– Dukungan kerja sama dan kolaborasi dari kementerian dan lembaga terkait.
Harapannya dengan berbagai langkah di atas akan mendorong terwujudnya halal industri sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi tentunya dengan adanya pengawasan dan komitmen dari seluruh stakeholders terkait.
Safri Haliding
Wakil Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DKI Jakarta
Ketua Umum MGI Islamic Finance Forum & Co-Founder Zakpay.com
Source : medcom.id