Demam Cryptocurrency (Lagi), Bagaimana Blockchain Menjadi Tempat Penyimpanan Data?
BandungBergerak.id – Cryptocurrency kembali bikin gempar setelah aset kripto tertinggi, Bitcoin, menyentuh satu miliar rupiah lebih per koinnya. Nilai ini disebut-sebut tertinggi sepanjang masa. Di balik mata uang digital Bitcoin, terdapat teknologi bernama blockchain. Apa sebenarnya blockchain?
Ketherine Goenawan, mahasiswa Informatika Unpar menjelaskan, berdasarkan situs codingstudio.id, blockchain sendiri berasal dari dua kata, yakni block dan chain. Dengan demikian, teknologi blockchain sendiri dapat diartikan sebagai tempat penyimpanan data secara permanen dalam bentuk block yang saling terhubung.
Ketherine menyebut, teknologi yang sudah ada sejak tahun 1991 ini pun menjadi sebuah catatan digital yang dapat bertambah seiring dengan waktu. Kata chain merujuk pada keterhubungan satu block dengan yang lainnya, di mana penambahan data akan terlebih dahulu diverifikasi oleh node terhubung dalam blockchain yang sama.
Oleh karena itu, tindakan pencurian ataupun manipulasi data akan sulit terjadi dalam blockchain. Menurut Ketherine, keamanan dari blockchain ini dapat terlihat dari sulitnya pihak tidak berwenang untuk menambahkan data kepemilikan yang tidak sah ataupun pengubahan terhadap data pemilik yang ada karena proses verifikasi yang akan dilakukan oleh peserta dalam blockchain.
Ketherine memberi contoh terkait Non-Fungible Token (NFT) di blockchain. Sebagai gambaran, 2021 silam, kepemilikan aset digital NFT menjadi buah bibir masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Fenomena Ghozali yang meraup miliaran rupiah dengan mudah melalui NFT membuat masyarakat berlomba menjual aset digital berbentuk gambar dengan harga yang tinggi.
Ketherine memberikan ilustrasi tentang kemampuan teknologi blockchain sebagai penyimpan data permanen NFT. Alice yang merupakan seorang desainer hendak menjual karyanya sebagai aset digital di pasar NFT. Sebagai pencipta, tentunya Alice pun harus memberikan beberapa informasi dasar mengenai karyanya seperti harga, nama pencipta, royalti, dan lainnya yang tersimpan dalam block pertama dalam blockchain.
Setelah NFT dipublikasikan dan dibeli oleh Bob, nama Bob akan kemudian tercatat di block berikutnya. Hal yang sama pun akan terjadi untuk pembeli selanjutnya. Alice sebagai pencipta yang tercatat dalam blockchain akan mendapatkan royalti setiap block bertambah namun dikurangi biaya gas yang ditetapkan oleh pasar.
Sementara itu, terdapat Charlie yang hendak memalsukan data penciptanya menjadi dirinya dengan mengubah data block pertama. Hanya saja, sifat immutability yang dimiliki oleh blockchain menggagalkan usahanya. Tidak sampai di situ saja, Charlie juga berusaha menambahkan data dirinya sebagai pembeli namun tetap gagal karena proses verifikasi yang dilakukan oleh pengguna pasar dalam jaringan blockchain tersebut.
“Dengan demikian, implementasi blockchain memberikan berbagai manfaat penting di dalam dunia NFT khususnya untuk status kepemilikan dari aset digital. Oleh karena itu, meskipun duplikasi aset bisa saja bertebaran di internet, sejarah kepemilikan dan pencipta dari aset tersebut tercatat dan tidak bisa diubah,” tulis Ketherine, diakses dari laman Unpar, Rabu, 6 Maret 2024.
Bagaimana Bitcoin Dibuat?
Dosen program studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB (FMIPA ITB) Muchtadi Intan Detiena menjelaskan, blockchain berperan penting bagi dunia cryptocurrency khususnya Bitcoin. Intan menjelaskan, Bitcoin berbeda dengan mata uang konvensional lainnya. Berbagai mata uang konvensional didasarkan pada kuantitas emas, perak, dan berbagai jenis logam lainnya. Sementara, sistem Bitcoin dijalankan oleh protokol Bitcoin yang didasarkan pada matematika.
Bitcoin memiliki beberapa fitur yang membedakannya dari mata uang biasa. Fitur pertama adalah terdesentralisasi yang memiliki arti bahwa protokol Bitcoin tidak memerlukan pihak ketiga dan secara teori tidak dikendalikan oleh otoritas pusat. Fitur unik lainnya dari Bitcoin adalah transparan dan anonim.
“Bitcoin disimpan dalam dompet yang dapat diakses oleh pemilik. Dompet tersebut menggunakan kriptografi kunci publik yang terdiri dari dua jenis kunci yaitu kunci publik dan privat. Kunci publik dapat dianggap sebagai nomor rekening dan kunci privat dapat dianggap sebagai kepemilikan,” papar Intan, diakses dari laman ITB.
Selain itu, Bitcoin juga tidak membebankan biaya untuk transfer baik dalam lingkup nasional maupun internasional. “Bitcoin melindungi terjadinya pengeluaran ganda dengan memverifikasi setiap transaksi yang ditambahkan ke rantai blok untuk memastikan bahwa input untuk transaksi sebelumnya tidak pernah terjadi,” terang Intan.
Proses pembuatan Bitcoin sering disebut sebagai “Mining Process” dan pembuat Bitcoin dapat disebut sebagai ‘Miner”. “Miner menggunakan perangkat lunak khusus untuk memecahkan masalah matematika berupa algoritma Bitcoin. Setelah itu, mereka baru dapat menerima sejumlah koin. Bitcoin dibuat setiap kali pengguna membangun blok baru,” tutur Intan.
Perangkat lunak menciptakan unit baru hingga mencapai 21 juta unit. Laju pembuatan blok juga diperkirakan konsisten dari waktu ke waktu dengan pengurangan 50 persen setiap empat tahun.
Bitcoin dapat diperoleh melalui berbagai cara. Mulai dari mining Bitcoin, menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran, perdagangan Bitcoin, dan mendapatkan Bitcoin sebagai penghasilan tetap serta pembayaran bunga. Namun, penggunaan Bitcoin telah menimbulkan berbagai pertentangan dan masalah teknis maupun teoritis. Mulai dari berbagai aktivitas ilegal yang dilakukan menggunakan Bitcoin, masalah mining, perdebatan mengenai mata uang independen dan terdesentralisasi, skeptisme terhadap penerapan teknologi baru yang tidak diatur dalam bidang keuangan, hingga ketidakselarasan dengan peraturan dan isu perpajakan.
Maka dari itu, tentunya penggunaan dari Bitcoin ini memberikan sejumlah keuntungan dan juga kerugian. Bitcoin merupakan sarana keuangan yang mudah diatur dan cepat. Biaya transaksi dari Bitcoin juga rendah dan tidak dapat diubah.
Source : BandungBergerak.id