Indonesia Tegaskan Komitmen Capai Nol Emisi Karbon
JAKARTA- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai nol emisi karbon (net zero emission/NZE). Ada berbagai kebijakan yang dirancang untuk mencapai NZE melalui peta jalan yang sudah dibuat.
“Kami telah mengembangkan Peta Jalan NZE di sektor energi untuk mencapai target emisi dan melaksanakan transisi energi bersih,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangannya, Ahad (19/5/2024). Hal itu disampaikan Arifin dalam Forum G20 Bali Global Blended Finance Alliance Dialogue yang diselenggarakan oleh World Economic Forum dan Tri Hita Karana di Bali.
Menurut dia, berdasarkan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) atau kontribusi yang sudah disepakati, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi dari 29 persen menjadi 32 persen pada tahun 2030. Melalui komitmen itu sektor energi diharapkan bisa menyumbang pengurangan emisi sebesar 358 juta ton karbon (Co2) yang sebelumnya hanya ditargetkan sebesar 314 juta ton.
Adapun peta jalan tersebut mencakup pengembangan energi terbarukan, program pengurangan karbon, penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara, elektrifikasi, langkah-langkah dan praktik efisiensi energi, serta penerapan teknologi carbon capture storage (CCS) dan carbon capture utilization, and storage (CCUS).
Ia menyampaikan saat ini ada beberapa program yang tengah dijalankan lembaga yang dipimpinnya untuk mendukung peta jalan NZE itu, seperti pengembangan infrastruktur interkoneksi listrik, infrastruktur pipa gas, dan eksplorasi gas alam secara masif.
Meski demikian, dirinya mengungkapkan masih terdapat tantangan dalam memenuhi target peta jalan yang sudah dibuat, antara lain yakni pembiayaan, pengembangan teknologi, serta optimalisasi penggunaan energi terbarukan dalam negeri. Sehingga apabila tantangan tersebut bisa teratasi, maka transisi energi konvensional ke energi terbarukan bisa membawa dampak berkesinambungan (multiplier effect) bagi kesejahteraan masyarakat.
“Kita harus memastikan bahwa program transisi energi bersih dapat memberikan dampak positif yang berharga bagi masyarakat. Kami mengharapkan kerjasama yang lebih kuat antara negara-negara berkembang dan kurang berkembang agar dapat mempercepat program sehingga tidak ada yang tertinggal,” katanya.
Arifin mengatakan keberadaan gas bumi dapat menjadi solusi dalam penyediaan energi bersih untuk mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon. Upaya itu dapat tercapai dengan mengimplementasikan strategi untuk menekan emisi karbon seperti teknologi CCS dan CCUS.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, transisi energi menuju energi bersih, yang saat ini sedang dijalankan pemerintah, membutuhkan kolaborasi bersama semua pihak.
Menurut dia, transisi energi bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan badan usaha saja, namun semua orang dapat mengambil perannya masing-masing.
Transisi energi, lanjutnya, merupakan strategi panjang dunia dalam menekan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) hingga meminimalisir dampak perubahan iklim.
“Sekali lagi, saya ingin menekankan bahwa transisi energi adalah tanggung jawab bersama, yang membutuhkan kerja sama dan upaya semua orang yang terlibat. Transisi menuju sumber energi yang berkelanjutan dan bersih ini sangat penting bagi masa depan planet kita dan mengatasi perubahan iklim,” ujar Eniya dalam acara forum dialog yang diselenggarakan Tri Hita Karana bersama World Economic Forum di Bali, Ahad (19/5/2024).
Eniya menambahkan diperlukan kolaborasi seluruh pihak baik pemerintah, industri (BUMN dan swasta), LSM, akademisi, media, maupun individu untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama tersebut dan memastikan lebih banyak manfaat dunia yang berkelanjutan dan lebih hijau untuk generasi mendatang.
“Masing-masing dari kita memiliki peran untuk menyukseskan transisi ini dan menciptakan lingkungan yang lebih ramah lingkungan dan sistem energi yang tangguh untuk kepentingan semua orang,” ujarnya.
Menurut Eniya, kolaborasi bukan hanya dengan kalangan di dalam negeri, namun juga dunia internasional agar dapat menjadi stimulus untuk mempercepat proses transisi energi karena transisi merupakan kunci untuk pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan iklim.
“Tidak ada transisi tanpa kerja sama dan interkoneksi internasional. Tidak ada keamanan tanpa interkonektivitas. Tidak ada keberhasilan tanpa akses energi universal. Diperlukan kolaborasi dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai energi berkeadilan dan memenuhi tujuan mitigasi perubahan iklim,” jelasnya.
Ia juga melanjutkan bahwa implementasi transisi energi memerlukan inovasi dan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan. “Aktor global perlu memenuhi tanggung jawab mereka untuk memberikan dukungan inovasi, transfer teknologi, berbagi pengetahuan, keuangan ramah lingkungan, dan kolaborasi untuk mempercepat transisi yang adil dan merata dengan memberdayakan masyarakat, meningkatkan daya saing, rantai nilai, dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” kata Eniya.
Source : Republika.id