Indonesia Transformasi Diri Menuju Pengoptimalan Energi Hijau
KOMPAS.TV – Pemanfaatan energi hijau atau “clean energi” terus dioptimalkan di Indonesia, saat ini sumber energi utama masih sangat bergantung pada bahan baku fosil.
Proses transisi harus berjalan dengan mulus agar tidak menimbulkan gejolak seperti krisis energi yang terjadi di Eropa.
Pelan tetapi pasti, Indonesia mentransformasi diri menuju pengoptimalan energi baru dan terbarukan.
Meskipun pemanfaatan energi yang bersumber dari fosil masih dominan upaya memperbesar peranan energi bersih atau clean energy juga digenjot.
Saat ini, bauran energi primer masih didominasi energi fosil dengan komposisi batu bara 38 persen, minyak bumi 31,6 persen, gas alam 19,2, dan energi baru terbarukan 11,2 persen.
Kebijakan transisi energi yang tepat diyakini memudahkan menekan laju perubahan iklim.
Kata tepat yang dimaksud adalah transisi harus berjalan sangat lembut agar tidak ada gejolak di tingkat konsumen.
Ini karena energi yang bersumber dari bahan bakar minyak atau BBM masih sangat dibutuhkan oleh dunia usaha dan masyarakat luas, apalagi investasi sektor ini juga sangat signifikan bagi negara.
Menurut ahli, transisi energi harus berjalan dengan mempertimbangkan kemampuan berdasarkan potensi sumber daya alam, kematangan teknologi, kelayakan ekonomi, peluang investasi, dan penciptaan lapangan kerja.
Pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebagai jalan keluar mengimplementasikan transisi energi harus tetap mempertimbangkan kondisi perkonomian domestic, daya saing pasar, sampai kemampuan industri, Indonesia bisa belajar dari strategi Amerika Serikat dan Eropa yang sangat berbeda.
Agar sampai pada tujuan ini, subholding Pertamina NRE memiliki aspirasi untuk mencapai kapasitas 10 GW energi bersih pada tahun 2026.
Terdiri dari 6 GW gas to power, 3 GW energi terbarukan termasuk panas bumi di dalamnya serta 1 GW energi baru.
Source : KompasTV YT