Menilik Perkembangan Industri Teknologi Blockchain bagi Perempuan
Liputan6.com, Jakarta – Women in Web3 menjadi topik hangat dalam perkembangan industri teknologi blockchain yang punya semangat keberagaman dan inklusivitas. Perempuan kini mempunyai peran yang kuat dalam pertumbuhan web3 dan blockchain, baik sebagai founder startup, developer, kreator dan lainnya.
Dunia web3 telah membuka peluang baru bagi semua orang untuk berpartisipasi dalam dunia teknologi yang lebih terbuka dan transparan. Namun, terlepas dari manfaat potensial dari teknologi baru ini, perempuan terkadang menghadapi tantangan unik di ruang web3.
Dari kurangnya keragaman dalam industri hingga bias gender, perempuan menghadapi kendala signifikan yang dapat mempersulit mereka untuk berkembang di dunia yang terdesentralisasi.
Berangkat dari semangat untuk meningkatkan keberagaman dan inklusivitas dalam industri teknologi dan memberikan wawasan baru dan inspirasi bagi perempuan yang tertarik untuk memulai karir di Web 3.0, Tokocrypto bersama Fempire menyelenggarakan talkshow “How Women Make the Leap into Web3” pada Senin, 20 Maret.
Acara yang dikhususkan untuk merayakan International Women’s Day (IWD) ini mengundang beberapa pembicara perempuan yang ahli di bidang masing-masing. Di antaranya, Mutia Rachmi, Founder and CEO of Back2our; Vanny Bananow, NFT Creators from Bananow, dan Juliana Soetjahja, IT Project Manager of Tokocrypto. Selama acara dimoderatori oleh Rahmani Nitiyudo, Co-Founder Fempire.id.
“Masuk ke dalam dunia web3 ini adalah momen di mana saya berpikir, kalau ini terbuka sekali untuk para perempuan, untuk datang ke web3 mengenal seperti apa verse ini buat kita,” kata Vanny Bananow, NFT Creators from Bananow, dalam siaran pers, dikutip Minggu (26/3/2023).
Karier di Web3
Boston Consulting Group (BCG) dan People of Crypto Lab melakukan riset untuk melihat keragaman gender dari pendiri dan investor Web3. Studi tersebut menggunakan database dari Crunchbase yang terdiri dari hampir 2.800 peserta global.
Hasilnya mencolok. Hanya 13 persen startup web3 menyertakan pendiri perempuan, dan hanya 3 persen perusahaan yang memiliki tim khusus perempuan.
Mengenai perusahaan yang telah mengumpulkan lebih dari USD 100 juta atau setara Rp 1,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.166 per dolar AS), tidak ada tim pendiri yang semuanya perempuan. Semua statistik ini lebih buruk dari rata-rata untuk startup pada umumnya.
Sementara pangsa perempuan lebih tinggi sekitar 27 persen di perusahaan web3, mereka sering ditemukan dalam peran nonteknis, seperti SDM dan pemasaran. Hal ini yang menjadi tantangan bagi Juliana yang bekerja di bidang teknis sebagai IT Project Manager di Tokocrypto.
Dobrak Stigma
Saat web3 terus berkembang, stigma terhadap perempuan di industri teknologi mengalami perubahan. Founder and CEO of Back2our, Mutia Rachmi memberi saran bagi para perempuan yang ingin serius untuk mendalami dunia web3, baik sebagai jalan karier atau berkarya. Menurutnya, ubah pola pikir atau mindset yang membuat diri takut untuk berkembang.
“Kita harus tahu dulu kekuatan kita. kalau kita terjebak dalam stigma, bahwa perempuan tidak cocok masuk ke tech industry. Jika kita bisa, mungkin barrier akan lebih mudah untuk menjadi bagian industri ini,” jelas Rachmi.
Aset kripto, NFT, metaverse, dan DeFi, semuanya didukung oleh teknologi blockchain, menunjukkan meningkatnya popularitas adopsi kripto di seluruh dunia.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Source : liputan6.com