Mewujudkan Transparansi Pajak dengan Teknologi Blockchain
“CHAOS is friend of mine.” Pernyataan Bob Dylan tersebut mungkin dapat menggambarkan kondisi kita sekarang. Pandemi merupakan chaos dalam bentuk nyata yang membuat kita mau tidak mau hidup berdampingan dengan segala risikonya.
Risiko kematian, kemiskinan, kehilangan pekerjaan, resesi ekonomi, dan lainnya harus kita hadapi hari ini. Untuk bisa keluar dari situasi seperti sekarang, pemerintah sebagai pemegang kendali administrasi rumah tangga negara perlu berpikir keras agar negara bisa bangkit dari situasi chaos hari ini.
Salah satu instrumen yang sangat berpotensi untuk membawa Indonesia bangkit dari situasi ini adalah pajak. Dalam hal ini, pemerintah telah mencoba melakukan berbagai upaya untuk mendorong kinerja pajak. Apalagi, mayoritas pendapatan negara berasal dari pajak.
Salah satu upaya pemerintah telah masuk dalam draf perubahan kelima Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yaitu rencana penambahan pengenaan pajak bagi wajib pajak superkaya, ekstensifikasi barang kena pajak, dan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
Namun, rencana kebijakan itu masih dibayangi banyaknya kejahatan pajak seperti pembuatan faktur pajak fiktif atau penghindaran pajak yang berhubungan dengan transfer pricing. Akibat kejahatan pajak itu, negara mengalami kerugian penerimaan dengan angka yang sangat besar.
Teknologi Blockchain
SOLUSI atas praktik kejahatan pajak harus segera dicapai. Selain menangani kejahatan pajak, solusi ini juga untuk mengatasi dinamika kontrak fiskal antara pemerintah dan masyarakat. Diperlukan paradigma baru dalam melihat pajak. Salah satunya adalah penerapan tax transparency.
Adapun tax transparency atau transparansi pajak yaitu sebuah istilah yang menjelaskan informasi perpajakan harus diungkap transparan dan disampaikan secara tepat. Peningkatan transparansi pajak tersebut salah satunya dapat didorong melalui teknologi blockchain (Stevens, 2018).
Dalam laporan OECD pada 2016, pedoman utama dalam mendorong perubahan administrasi pajak yang lebih baik ialah dengan menggunakan teknologi, salah satunya adalah blockchain, untuk memberantas kejahatan pajak.
Secara singkat, blockchain merupakan sebuah teknologi di mana suatu transaksi yang akan dicatat menyerupai blok dan saling terhubung satu sama lain ke pihak yang terlibat seakan-akan menyerupai rantai (Gupta, 2017).
Tiap blok dapat mengidentifikasi transaksi yang sebelumnya telah terjadi menggunakan fungsi hash dengan membentuk single unbroken chain set atau set rantai tunggal yang tidak dapat terputus (Bambara and Allen, 2018).
Tentunya, dengan adanya teknologi blockchain, sistem administrasi pajak menjadi transparan dan terintegrasi. Hal ini dikarenakan semua pihak yang terlibat akan merasa diawasi sehingga dapat mengurangi tingkat kejahatan faktur pajak fiktif.
Dalam lingkup yang luas, teknologi blockchain juga dapat diaplikasikan dalam praktik pemeriksaan transfer pricing. Sistem blockchain yang saling terhubung tersebut akan memudahkan otoritas pajak dalam pemeriksaan dan penentuan kewajaran transaksi.
Adapun penentuan kewajaran transaksi itu menggunakan prinsip kewajaran saat melakukan transaksi afiliasi (ex-ante approach) dan prinsip kewajaran setelah melakukan transaksi afiliasi (ex-post approach) (Anjani, 2021).
Adanya transparansi yang terintegrasi juga akan membuat pemerintah lebih mudah melakukan analisis kesebandingan tiap perusahaan. Pengadministrasian seperti local file, master file, dan country by country report akan mudah dianalisis karena sistem teknologi blockchain yang otomatis. Pemeriksaan kasus penghindaran pajak melalui skema transfer pricing menjadi lebih sederhana.
Gambaran di atas menunjukkan kepada kita bahwa penggunaan teknologi blockchain akan membuat sistem pemeriksaan pajak lebih mudah dan transparan. Kondisi ini akan menciptakan sebuah ekosistem pajak nasional yang transparan.
Adanya transparansi pajak akan membuat kualitas kontrak fiskal antara pemerintah dan masyarakat meningkat. Hal ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat kepatuhan dalam membayar pajak (Capasso et al., 2020).
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.
Source : news.ddtc.co.id