Percepat Transformasi Energi Bersih dengan Pendanaan Hijau
Pada 2024, pendanaan hijau untuk Pemerintah Indonesia meningkat menjadi Rp20,15 triliun.
Indonesia kembali berhasil mengambil langkah strategis dalam skema Pendanaan Hijau untuk merealisasikan “Indonesia Nol Emisi 2060”. Utusan Khusus Presiden RI Hashim Djojohadikusumo menyatakan, pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman atau MoU antara PT PLN dan Bank Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) asal Jerman, terkait dengan Pendanaan Hijau. MoU tersebut diteken di sela-sela konferensi internasional perubahan iklim COP-29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024).
Kesepakatan tersebut menurut Hashim, menjadi momen penting bagi pengembangan energi bersih di Indonesia. Hal itu sekaligus menandai langkah konkret pemerintah dalam merangkul investasi asing guna mendorong transformasi energi yang lebih ramah lingkungan di Tanah Air.
Dalam kesepakatan tersebut, bank KfW berjanji akan mengucurkan dana hijau senilai 1,2 miliar euro atau sekitar Rp20,15 triliun. “Sebagai sebuah negara besar, kami akan memenuhi tanggung jawab dalam menjaga masa depan lingkungan. Kami sangat mengapresiasi kerja sama internasional yang telah terjalin sebagai bentuk upaya bersama mencapai target net zero emissions,” katanya seperti dikutip antaranews.com, Jumat (15/11/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Hashim menyampaikan bahwa pengembangan sumber energi bersih memiliki peran strategis dalam meningkatkan daya saing industri Indonesia. Ia menjelaskan dalam 15 tahun ke depan, Indonesia menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan sebesar 75 persen dari total tambahan kapasitas listrik yang direncanakan, yaitu mencapai 100 gigawatt (GW).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan, PLN mendukung penuh upaya pemerintah dalam menjalankan transisi energi menuju keberlanjutan. Ia menegaskan, PLN telah menginisiasi berbagai kolaborasi dan proyek untuk mempercepat pembangunan kelistrikan yang ramah lingkungan.
Keterlibatan PLN dalam proyek-proyek hijau, lanjut Darmawan, akan membuka peluang lebih luas bagi mitra-mitra internasional lainnya untuk bergabung. Kolaborasi ini diharapkan membentuk sinergi yang kuat—baik dari segi strategi, teknis, maupun investasi—dalam mendukung aksi iklim global yang berkelanjutan.
“Kolaborasi ini menandakan langkah proaktif PLN dalam memperluas kemitraan internasional dalam meningkatkan swasembada energi nasional yang berkelanjutan searah dengan aksi iklim global,” ujar Darmawan, seperti dikutip antaranews.com, pada Jumat (15/11/2024).
Sustainability Officer KfW Group Jürgen Kern menyatakan, dukungan KfW untuk Indonesia mencerminkan komitmen Jerman dalam kerja sama internasional menuju transformasi hijau. Apalagi, menurut Jürgen, PLN memainkan peran sentral dalam transisi energi di Indonesia, dengan komitmen kuat untuk mengembangkan energi hijau sekaligus menjamin akses energi yang andal bagi masyarakat.
“Oleh karena itu, kami percaya Indonesia-Jerman terus bisa memperkuat kemitraan di sektor energi, terutama dalam proyek energi bersih seperti panas bumi, air dan juga transmisi. Untuk mencapai target zero emission diperlukan kolaborasi dan kemitraan yang baik,” ucap Jürgen, seperti dilaporkan antaranews.com, pada Jumat (15/11/2024).
Langkah Pendanaan Hijau
Pendanaan hijau adalah investasi atau pembiayaan yang diberikan untuk proyek-proyek yang berfokus pada pengembangan infrastruktur dan teknologi ramah lingkungan. Tujuannya adalah untuk mendukung transisi menuju ekonomi berkelanjutan dan mengurangi dampak perubahan iklim. Pendanaan ini bisa datang dari berbagai sumber, termasuk pemerintah, institusi keuangan, dan investor swasta
Pendanaan hijau ini mempertegas posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam upaya global melawan perubahan iklim, sambil memastikan pembangunan energi yang inklusif dan berkelanjutan. Skema pendanaan itu berperan sangat penting dalam membantu Indonesia mencapai Nol Emisi pada 2060.
Indonesia telah memperoleh berbagai jenis pendanaan hijau sepanjang 2024, baik melalui mekanisme domestik maupun internasional. Pendanaan hijau untuk Indonesia pada 2024 menunjukkan tren positif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dalam realisasi 2022, pendanaan hijau melalui instrumen seperti Sukuk Hijau mencapai total Rp29,4 triliun. Pada 2023, angkanya meningkat menjadi sekitar Rp32,1 triliun melalui penerbitan instrumen yang sama serta tambahan dari pendanaan internasional seperti Green Climate Fund dan JETP.
Pada 2024, penerimaan pendanaan hijau melonjak signifikan, terutama karena dukungan berbagai instrumen keuangan berkelanjutan dan peran Bursa Karbon Indonesia yang baru diluncurkan. Hingga November 2024, pendanaan mencapai Rp40 triliun lebih.
Pertumbuhan ini didorong oleh komitmen global terhadap mitigasi perubahan iklim serta penerapan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan yang lebih ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, 2024 mencatat peningkatan lebih dari 20 persen dalam realisasi pendanaan hijau. Hal ini menunjukkan fokus yang lebih besar pada proyek-proyek rendah karbon dan transisi energi terbarukan. Hal ini juga mencerminkan langkah strategis Indonesia menuju net-zero emission pada 2060.
Beberapa pencapaian dan inisiatif pendanaan hijau termasuk:
Green Sukuk
Pemerintah Indonesia telah mengumpulkan lebih dari USD7,2 miliar atau sekitar Rp108 triliun melalui penerbitan Green Sukuk sejak 2018 hingga kini. Instrumen ini digunakan untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan yang telah berhasil mengurangi emisi karbon hingga 10,5 juta ton CO2e.
Perdagangan Karbon
Potensi ekonomi dari perdagangan karbon di Indonesia diestimasikan mencapai 565,9 miliar dolar atau sekitar Rp8.000 triliun, dengan sumber utama berasal dari hutan tropis, mangrove, dan lahan gambut.
Pendanaan Bank
Perbankan nasional seperti Bank Mandiri telah meningkatkan portofolio berkelanjutan mereka. Hingga tahun lalu, pendanaan hijau Bank Mandiri mencapai Rp205 triliun, termasuk sektor energi terbarukan yang tumbuh signifikan.
Pendanaan Daerah Berbasis Ekologi
Pemerintah memperkenalkan mekanisme seperti insentif fiskal ekologis dan dana bagi hasil berbasis kinerja lingkungan, yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengembangkan inisiatif ramah lingkungan.
Komitmen Indonesia
Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah penting untuk mendukung pendanaan hijau dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam komitmennya untuk mencapai netral karbon, pemerintah telah menempuh langkah-langkah strategis yang terukur dan kolaboratif. Dengan visi menciptakan transisi energi berkelanjutan, pemerintah berupaya mempercepat pengurangan emisi karbon, memanfaatkan energi terbarukan, dan melibatkan berbagai mitra internasional dalam perjalanan menuju lingkungan yang lebih bersih. Langkah strategis yang ditempuh antara lain:
Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau (Green Growth Program)
Program yang diimplementasikan bersama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Program ini mencakup pengembangan proyek-proyek bankable berdasarkan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Peta Jalan Pertumbuhan Ekonomi Hijau
Peta jalan ini menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan, investasi, dan pemantauan kinerja untuk memastikan pertumbuhan yang lebih hijau
Kebijakan Net Zero Emissions
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong penggunaan energi terbarukan
Stimulus Hijau untuk Pemulihan Ekonomi
Pemerintah juga menerapkan stimulus hijau untuk mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan
Implementasi Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK)
Kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan mengurangi emisi karbon
Investasi Hijau
Pemerintah berupaya menciptakan situasi kondusif untuk investasi hijau dengan membangun kepercayaan investor, menarik modal, dan membuat model usaha hijau yang berkelanjutan
Komitmen Internasional
Indonesia juga terlibat dalam berbagai komitmen internasional untuk mendukung pertumbuhan hijau, termasuk kerja sama dengan organisasi internasional seperti GGGI dan KfW
Kinerja Pendanaan Hijau
Kajian Kementerian Keuangan mengungkapkan Indonesia membutuhkan sekitar USD280 miliar untuk aksi iklim hingga 2030, tetapi hanya 30 persen dari kebutuhan tersebut dapat dibiayai dari anggaran negara. Sisanya akan mengandalkan pendanaan swasta dan internasional.
PLN, sebagai pusat transisi energi nasional, telah menyiapkan berbagai mekanisme seperti Sustainable Linked Financing Framework (SLFF) untuk menarik investasi lebih dari USD100 miliar, yang digunakan untuk proyek pembangkit listrik berbasis EBT, transmisi pintar, dan pengembangan jaringan.
Untuk itulah pemerintah berharap banyak pada pendanaan, terutama dalam ajang internasional, seperti konferensi COP-29. Pertemuan internasional ini secara rutin membahas kewajiban para anggota COP untuk pembiayaan energi bersih.
Kantor Berita BBC melaporkan pada Minggu (17/11/2024) dalam pertemuan COP-29 juga dibahas soal isu tersebut. Kelompok yang mewakili 45 negara berkembang menyatakan mereka membutuhkan dana hijau setidaknya sebesar USD1 triliun pada 2030 agar dapat mengimplementasikan rencana aksi iklim mereka. Selain itu, kelompok lainnya yang mewakili 54 negara Afrika mengatakan negara-negara maju harus menyumbangkan USD1,3 triliun dana hijau pada 2030.
Sebuah studi yang dilaksanakan Kelompok Ahli Tingkat Tinggi Independen untuk Pendanaan Iklim di bawah pengawasan PBB, menyatakan perlu investasi iklim sebesar USD2,4 triliun per tahun pada 2030 di negara-negara berkembang.
Laporan PBB ini mengatakan negara-negara berkembang membutuhkan antara USD187 miliar hingga USD359 miliar per tahun hanya untuk adaptasi. Padahal pada 2022 mereka hanya menerima USD28 miliar untuk kebutuhan ini.
Source : indonesia.go.id