Smart warehousing bakal jadi tren industri logistik masa depan
Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Shipper Indonesia (shipper.id), perusahaan rintisan (startup) penyedia logistik terintegrasi menyebut, gudang pintar atau smart warehousing merupakan satu dari bagian utama tren logistik di masa depan.
Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko mengatakan, prinsip otomatisasi dalam gudang pintar, merupakan solusi terbaik untuk mengontrol biaya operasional pada bisnis logistik. Sistem gudang pintar ini dapat meminimalisir terjadinya kesalahan, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas layanan logistik secara keseluruhan.
“Gudang pintar adalah ekosistem teknologi yang mendukung proses penerimaan, pengidentifikasian, penyortiran dan pengaturan barang secara otomatis. Sistem ini memastikan proses otomasi pada keseluruhan operasi pergudangan,” ujar Budi dalam press conference virtual, Selasa (23/3).
Kata Budi, ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor terjadinya inefisiensi di dalam sektor pergudangan. Salah satunya, biaya sewa atau rental gudang yang terlampau mahal juga penggunaan gudang yang tidak maksimal.
“Untuk menyewa gudang itu biasanya mesti sewa 1 tahun, dan kalau kita mau sewa per-tahun, biasanya yang dipakai itu tidak sampai kapasitas penuh juga (gudangnya), yang dipake mungkin 10%-20% (dari keseluruhan kapasitas gudang),” ujarnya.
Selain sebagai solusi untuk mengurangi terjadinya inefisiensi, gudang pintar juga dapat meminimalisir risiko kesalahan dalam operasional logistik di gudang. Kesalahan-kesalahan yang ada, tentunya dapat merugikan pihak perental gedung juga menambah biaya operasional yang dikeluarkan.
“Malah yang dilakukan smart warehouse ini mengurangi kesalahan-kesalahan yang ada. Karena begitu ada kesalahan, itu akan menambah cost untuk logistik. Barang mesti dibalikan atau barang mesti dikirim ulang itu adalah cost by it self,” jelas Budi.
Tak hanya itu, Budi bilang, penerapan gudang pintar juga dapat meningkatkan kualitas dari para karyawannya. Sebab, sektor pergudangan dengan sistem otomisasi membutuhan tenaga kerja yang lebih terlatih.
“Itu adalah satu skill tersendiri yang tidak mudah didapatkan di tempat lain,” tambahnya.
Hingga kini, Shipper sudah memiliki total 1.900 tenaga kerja. Padahal sebelum pandemi, jumlahnya hanya sekitar 1.500 karyawan. Penambahan karyawan yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun, dianggap sebagai bukti nyata dari pengembangan bisnis yang dilakukan oleh Shipper.
“Itu bukti nyata dengan perkembangan bisnis kami mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja lagi ke depannya,” imbuhnya.
Source : industri.kontan.co.id