Kiprah Dua Sekawan Besarkan Bisnis SaaS Tracking Logistik
Bisnis software-as-a-service (SaaS) kini memang semakin berkembang seiring dengan makin diterimanya konsep manajemen data berbasis cloud di dunia bisnis. Peluang itu dimanfaatkan dua sekawan, Raymond Sutjiono dan Hendrik Ekowaluyo, untuk mendirikan startup yang bergerak di bidang pengembangan SaaS, yakni software manajemen dan pelacakan kendaraan logistik, dengan brand McEasy. Saat ini tak kurang dari 300-an perusahaan yang menjadi pengguna layanan McEasy.
Sebelum bersama mendirikan McEasy, Raymond dan Hendrik sudah lama berteman. Keduanya sama-sama kuliah di Teknik Mesin, Purdue University, Indiana, Amerika Serikat.
Mereka pernah bekerja di Ford dan mengerti teknik otomotif. Hendrik ahli merancang struktural dan manajemen program dalam mobil, sedangkan Raymond lebih fokus pada tata elektronik mesin, kontrol sistem, hingga handling data kendaraan. Ketika pulang ke Indonesia, pada 2017, Raymond dan Hendrik tertarik mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang GPS tracking system.
Sebenarnya, dulu mereka berdua sempat mencoba-coba akan masuk segmen security system dengan produk yang disebut McEasy smart tracker, menarget pengguna sepeda motor di Indonesia. Namun, dari situ akhirnya ketahuan bahwa harganya cukup mahal, tidak ekonomis, sehingga tidak jadi masuk ke pasar.
Dari sana mereka melakukan pivoting dan menemukan pasar logistik di Indonesia yang begitu besar. “Dengan solusi yang sama, kami tawarkan untuk sektor logistik. Kebutuhan untuk men-track security itu penting karena mereka membawa barang-barang penting,” kata Raymond. Dua founder McEasy ini ingin sekali mendigitalisasi logistik dan supply chain di Indonesia.
Produk yang dibuat pertama kali adalah fleet tracking Vehicle Smart Management System (VSMS) dan Transportation Management System (TMS). VSMS berfungsi mengoneksikan aset-aset kendaraan dan memonitor pergerakan suatu kendaraan di perusahaan.
Adapun TMS merupakan solusi untuk perusahaan logistik atau supply chain pada saat mengatur order, mulai dari penerimaan order dari customer mereka sampai bagaimana order itu di-plan-kan sesuai dengan kendaraan yang available. Selain itu, juga ada Smart Driver Transportation Management System, software yang diberikan kepada sopir agar bisa berkomunikasi langsung dengan perusahaan dalam pengaturan suatu order.
Ketika awal masuk menggarap bisnis ini, klien pertamanya adalah sebuah perusahaan shuttle bus yang cukup terkenal. “Awalnya kami dagdigdug, namun kami ingin membuktikan ke customer bahwa kami bisa,” ungkap Raymond.
Dalam hal pelanggan, McEasy berusaha mencari customer yang skalanya tidak terlalu kecil, tapi dilakukan step by step sampai akhirnya mendapat customer yang besar. “Dari customer besar ini, kami berharap dapat brand image sehingga menambah banyak customer,” ujar Hendrik.
Dalam hal ini, model bisnisnya berbasis langganan (subscription). Biaya langganannya, untuk telematik dihitung per unit kendaraan, sedangkan untuk TMS atau smart driver dihitung per user. Misalnya, perusahaan klien punya 200 driver, maka bayar sesuai jumlah user, sedangkan untuk software telematik dihitung sesuai dengan jumlah kendaraan yang menerapkan software-nya.
Yang pasti, Raymond dan Hendrik berbagi tugas. Raymond lebih banyak mengurus aspek yang terkait dengan pelanggan, sedangkan Hendrik lebih people oriented dan lebih banyak mengurusi operasional. “Tapi, kami saling mengisi,” ujarnya.
Saat ini McEasy masih fokus melayani transportasi darat, tetapi tidak menutup kemungkinan ke transportasi lain. Transportasi darat masih besar pasarnya sehingga pihaknya fokus di darat dulu.
“Kami juga sedang proses pengembangan untuk bagaimana kami bisa mengintegrasikan dengan software atau solusi lain dalam order management ini. Artinya, koneksi multimoda dari darat ke laut ke udara, suatu pengiriman barang itu bisa terkoneksi semua,” Raymond menjelaskan. Saat ini McEasy ada di hampir semua wilayah Indonesia, kecuali Maluku dan Papua. Pihaknya ingin terus berinovasi agar bisa memberikan solusi yang lebih baik.
Tak dinyana, kini McEasy sudah punya 100-an karyawan. “Kami berharap berkembang terus, kami butuh orang-orang yang bisa diandalkan, terutama karena kami fokusnya di tech, kami fokus orang di produk, engineering, dan sales,” kata Hendrik.
Tak mengherankan, fund sebesar Rp 22 miliar yang diperoleh belum lama ini dari Eeast Venture akan banyak digunakan untuk membangun people dan sales. “Kami fokus di produk sehingga tim engineering dan product harus kami tambahin,” lanjutnya.
Dua founder ini berharap McEasy bisa berkembang hingga ke pasar mancanegara. Tahun depan, diharapkan sudah bisa masuk ke pasar regional, seperti Vietnam, Thailand, dan Filipina.
“Dengan apa yang kami punya di Indonesia, kami ingin mengaplikasikannya di sana karena secara industri kurang-lebih mirip. Tetapi secara market-nya mungkin kami harus menyesuaikan lagi. Harapannya, McEasy juga bisa dikenal sebagai produk Indonesia,” kata Raymond tandas. (*)
Source : swa.co.id