BRIN Kembangkan Teknologi Penambangan Mineral Logam dengan Memanfaatkan Energi Bersih
Bandung – Humas BRIN. Pemanfaatan teknologi dan strategi transisi energi yang dapat dilakukan di Indonesia adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Begitupun dalam upaya memanfaatkan sumber mineral melalui penambangan, pemanfaatan energi bersih perlu dikembangkan. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi penambangan mineral logam dengan memanfaatkan energi bersih. Hal disampaikan pada webinar Prof Talks dengan topik Potensi Masa Depan Batuan Sumber Laterit Nikel, Endapan Plaser dan Pemrosesan dengan Memanfaatkan Energi Bersih Berbasis Batubara” pada Selasa (13/06).
Gadis Sri Haryani, Ketua Majelis Profesor Riset BRIN dalam sambutannya menjelaskan bahwa potensi masa depan batuan sumber nikel dan endapan plaser bisa dimanfaatkan sebagai bahan batu baterai yang beberapa waktu ini sangat penting karena dapat dimanfaatkan untuk mobil listrik dan sebagainya. Semakin majunya dan berkembangnya teknologi, namun ketika memproduksi bahan tambang dan turunannya, kita juga tetap harus memperhatikan lingkungan yang menjadi tempat hidup bagi kita semua ini. Untuk itu di acara ini para pakar akan berbagi bagaimana memanfaatkan sumber daya hayati sumber daya hayati sumber daya alam dengan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan masyarakat Indonesia, tutur Gadis.
Haryadi Permana, Profesor Riset di Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN menyampaikan bahwa teknologi dan industri penambangan-pemurnian nikel, krom, kobal, besi dan mangan telah establish. Saya beserta Kelompok Riset Endapan Mineral dan dan Kelompok Riset Petrologi & Mineralogi di Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN telah melakukan langkah awal yang akan kami lakukan sampai dengan tahun 2025 yaitu untuk identifikasi batuan yang mengandung logam-material untuk penyimpan energi masa depan melalui topik Energy Metal, terang Haryadi.
Haryadi memaparkan pengembangan teknologi pemurnian atau inovasi logam-material tertentu harus mengacu pada keberadaan atau ketersediaan bahan-bahan dasar tersebut di Indonesia sehingga bisa berujung pada pengembangan industri penambangan dan pemurnian. Indonesia dalam hal ini BRIN perlu mengajak semua pemangku kepentingan untuk menyusun strategi untuk mengembangkan teknologi energy storage berbasis pada ketersediaan bahan mentah di dalam negeri bukan berorientasi pada negara-negara benua, pungkas Haryadi.
Melengkapi pemapar sebelumnya, Hananto Kurnia, Profesor Riset di Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN memberikan penjelasan cadangan timah Indonesia mencapai 800.000 ton atau sekitar 17% dari total cadangan timah di seluruh dunia. Sepanjang kuartal pertama 2022, produksi bijih timah sebanyak 4.508 ton atau turun 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.037 ton. Dari jumlah itu, sebanyak 35 persen atau 1.583 ton berasal dari penambangan darat, sedangkan sisanya 65 persen atau 2.925 ton bersumber dari penambangan laut, terang Hananto.
Profesor Riset dari Pusat Riset Teknologi Pertambangan BRIN, Siti Rochani menerangkan bahwa Indonesia adalah negara terbesar di dunia yang memproduksi bijih setara dengan 1 juta ton nikel diikuti oleh Filipina (370 ribu ton Ni) dan Rusia (210 ribu ton Ni). Hilirisasi nikel adalah menuju transformasi ekonomi beyond commodities yaitu nilai tambahnya akan semakin tinggi, terang Siti.
Nikel mempunyai keunggulan di Indonesia yaitu diantaranya produksi terbesar di dunia; sumber daya dan cadangan yang memadai; dan industri hulu-hilir ada di dalam negeri. Untuk itu nikel mempunyai prospek penggunaan produk yang tinggi antara lain bahan baja nir karat dan prekusor baterai untuk kendaraan listrik serta mengandung mineral lainnya yang mempunyai nilai antara lain kobalt, skandium, kromium, mangan, besi, magnesium. Dengan keunggulan tersebut, nikel dapat dikategorikan sebagai mineral strategis, sehingga tata kelola mineral tersebut perlu diatur agar keunggulan mineral tersebut menjadi manfaat yang optimal bagi negara, ungkap Siti.
Sebagai penutup, Datin Fatia Umar, Profesor Riset dari Pusat Riset Teknologi Pertambangan BRIN menyampaikan mengenai penyediaan energi bersih berbasis batubara. Ia menuturkan sekitar 80% sumber daya batubara di Indonesia digunakan sebagai bahan bakar PLTU. Tetapi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU harus dilakukan karena menghentikan pemakaian energi batubara untuk mencapai NZE (Net-zero Emission). Karena batubara dianggap sebagai karbondioksida terbesar.
Maka strategi yang dijalankan saat ini adalah penerapan clean coal di pembangkit yaitu salah satunya dengan Integrated coal Gasification Combined Cycle (IGCC), pembakaran bersama dengan biomassa, dan bisa juga dengan menginstalasi carbon capture storage sehingga karbondioksidanya bisa diambil, disimpan, dan dimanfaatkan kembali, terang Datin. (SC, ed.NU)
Source : brin.go.id