Indonesia Siap Pimpin Transisi Energi Bersih dan Buktikan Komitmen di ABU Summit
Denpasar, Beritasatu.com – Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam mitigasi perubahan iklim saat memimpin konferensi bertajuk “Indonesia’s Climate Change Mitigation Efforts in the Energy Sector” di The Sakala Resort, Bali, pada 6-7 Agustus 2024.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) Summit 2024. Sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia menyadari pentingnya transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Selama ini, sektor energi yang didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Konferensi ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya melalui inovasi di sektor energi.
Beberapa topik utama yang telah dibahas dalam konferensi meliputi dekarbonisasi sektor pendingin, jalur menuju emisi nol karbon, peningkatan efisiensi energi, dan dekarbonisasi sektor bangunan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi saat pembukaan konferensi menyampaikan strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia di sektor energi.
Dalam kesempatan yang sama pula, Eniya didampingi oleh Direktur Konservasi Energi juga meluncurkan dua dokumen, yakni rencana aksi nasional pendinginan dan panduan audit kerja energi paket pendingin air sejuk atau chiller, sebagai bentuk langkah konkret Kementerian ESDM dalam memitigasi perubahan iklim.
“Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32% hingga 43% pada 2030. Namun, kita juga membutuhkan investasi sebesar US$ 55 miliar guna mencapai mencapai emisi nol karbon pada 2030,” jelasnya.
Eniya menambahkan, guna mempercepat pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan tetapi tetap memprioritaskan pemanfaatan produk dalam negeri, Kementerian ESDM juga mengeluarkan Peraturan Nomor 11 tahun 2024 tentang pemanfaatan produk dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah diluncurkan pada 6 Agustus 2024 dalam rangkain konferensi tersebut.
Peraturan ini diharapkan bisa mengatasi isu konten lokal, khususnya dalam proyek energi terbarukan, seperti panel surya. Eniya juga memberikan catatan penting bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam penurunan emisi. Hingga 2023, Indonesia berhasil mencapai pengurangan emisi sebesar 123,2 juta ton, melalui berbagai strategi antara lain kebijakan efisiensi energi, energi terbarukan, bahan bakar rendah karbon, teknologi pembangkit bersih dan kegiatan lainnya.
Pencapaian ini diharapkan meningkat terutama dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi. Peraturan ini menyerukan kepada penyedia jasa energi, industri, transportasi dan gedung atau bangunan untuk melakukan manajemen energi.
Penerapan kebijakan ini diperkirakan akan menghemat pengeluaran untuk energi sebesar Rp 9,4 triliun rupiah dan 3,56 juta tonnes oil equivalent (TOE) dari penyedia jasa energi, Rp 20,8 triliun dan 5,28 juta TOE dari industri, Rp 4,2 triliun rupiah dan 0,4 Juta TOE dari sektor transportasi, dan Rp 0,9 triliun rupiah dan 66 juta TOE dari gedung dan bangunan.
Salah satu capaian lainnya yang menurutnya sangat signifikan adalah tentang standar kinerja energi minimum (SKEM) dan label tanda hemat energi (LTHE). Hingga saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan SKEM dan LTHE untuk 7 peralatan, antara lain air conditioner (AC), kulkas, penanak nasi, kipas angin, lampu LED, refrigerated display case (showcase), dan televisi.
Konferensi ini juga menjadi platform bagi para jurnalis untuk memahami lebih dalam tentang upaya-upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia dan bagaimana mengomunikasikannya kepada masyarakat.
“Kami berharap konferensi ini dapat menjadi titik awal bagi kolaborasi yang lebih luas dalam mengatasi tantangan perubahan iklim,” tandas Eniya.
Source : beritasatu.com