Pertumbuhan kendaraan listrik 2023 bakal pesat, ini 6 saran agar Indonesia tidak kewalahan
Penggunaan kendaraan listrik di Indonesia tumbuh sangat cepat. Pemerintah mencatat keberadaan motor dan mobil berbasis setrum masing-masing naik lima dan empat kali lipat selama 2021-2022
Kami memprediksi tren tersebut terus berlanjut pada 2023, terutama bagi motor listrik. Asian Development Bank menaksir akan ada 67 ribu unit motor listrik tahun ini, kemudian meningkat menjadi 301 ribu unit hingga 2,86 juta unit pada 2025 dan 2030.
Pertumbuhan pemakaian motor listrik akan lebih cepat karena lebih cocok di kantong orang Indonesia. Seiring banyaknya pabrikan motor listrik berikut komponennya di tanah air, biaya yang harus dikeluarkan pengguna untuk memiliki kendaraan ini berpeluang menurun 9% hanya dalam waktu 8 tahun.
Kondisi tersebut didukung kebijakan pemberian insentif sebesar Rp 7 juta bagi pembelian motor listrik ataupun konversi motor berbasis bahan bakar minyak (BBM) ke baterai. Banyak pula lembaga keuangan menawarkan skema pembiayaan pembelian motor listrik yang lebih menarik dibandingkan motor BBM.
Tren ini cukup positif karena penggunaan kendaraan listrik bisa memangkas emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi darat. Saat ini jumlah emisi sektor tersebut mencapai 90% dibandingkan transportasi laut maupun udara.
Walau begitu, pemerintah tidak bisa berdiam saja. Harus ada langkah-langkah penyokong suburnya ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri – termasuk pabriknya, sekaligus strategi pencegahan agar pertumbuhan ini tidak memicu masalah lingkungan baru.
Kami mencatat setidaknya enam langkah yang bisa disiapkan:
1. Menggenjot kerja sama produsen motor listrik dengan perusahaan lainnya
Kami merekomendasikan pemberian insentif kepada perusahaan-perusahaan yang bekerja sama untuk meningkatkan penggunaan motor listrik di Indonesia. Sebab, moda transportasi ini juga dipakai untuk pengangkutan orang (ojek) ataupun logistik.
Jika diberikan secara tepat, insentif dapat meringankan pengendara ojek daring dan kurir. Pelaku usaha kecil juga dapat terbantu karena ongkos pengangkutan barang bisa lebih hemat.
Selain itu, bantuan pemerintah untuk konversi motor listrik turut menguntungkan bengkel maupun peritel komponen motor listrik skala kecil dan menengah.
Kerja sama ini sebenarnya sudah ada sejak tahun lalu. Insentif diperlukan agar lebih banyak kerja sama yang terjalin antara penyedia layanan transportasi, perusahaan teknologi, dan perusahaan logistik.
2. Standardisasi stasiun pengisian dan kendaraan listrik
Jumlah pabrikan pemegang merek motor listrik di Indonesia memang banyak. Namun, spesifikasi unit yang dihasilkan, termasuk baterainya, tidaklah sama.
Kondisi ini menjadi tantangan saat pengendara motor listrik ingin melakukan pengisian baterai melalui skema penggantian baterai. Padahal, jumlah stasiun penggantian baterai yang ada tidak tersebar merata dikarenakan spesifikasi baterai yang berbeda.
Pengendara motor listrik sebenarnya masih dapat mengisi baterai di stasiun penyedia listrik umum (SPLU) yang tersedia. Baterai juga bisa diisi ulang di soket-soket yang ada di rumah melalui adaptor yang disediakan produsen motor listrik.
Kendati begitu, pemerintah bisa mengatasi persoalan ini dengan menerapkan standardisasi spesifikasi baterai dan protokol komunikasi untuk penggantian baterai. Pengenaan standar perlu diberlakukan pada dua sisi, yakni sisi baterai dan sistem stasiun penggantian, agar tingkat utilisasi penggantian baterai dapat meningkat.
Tanpa mekanisme ini, tingkat pemanfaatan stasiun pengisian ulang sulit naik (atau hanya didominasi beberapa merek motor listrik) sehingga membuat pemodal berpikir ulang untuk berbisnis stasiun pengisian ulang.
Pemerintah juga harus menangani tantangan lainnya, yaitu kapasitas daya. Saat ini, mayoritas motor listrik yang terjual baru berkapasitas 1,2 kiloWatt jam (kWh). Menurut kami, dengan daya tersebut jarak tempuh yang diberikan kurang dapat memenuhi kebutuhan beberapa pengguna – terutama untuk motor yang digunakan pelaku ojek online ataupun kurir.
Melalui standardisasi baterai, pemerintah dapat “memaksa” produsen untuk meningkatkan kapasitas daya baterai motor listrik secara bertahap, misalnya menjadi 1,4 kWh, lalu naik lagi hingga 1,6 kWh yang bertujuan untuk meningkatkan jarak tempuh motor listrik.
3. Insentif bus listrik
Insentif untuk transportasi umum seperti bus listrik sangat penting agar merangsang lebih banyak orang menggunakan transportasi umum.
Pemerintah Jakarta sudah memulai penggunaan 30 armada bus listrik. Perusahaan Umum DAMRI juga mengoperasikan bus listrik di beberapa daerah.
Pemerintah dapat memprioritaskan insentif untuk menekan ongkos pembelian bus listrik yang jauh lebih mahal dibandingkan bus berbasiskan BBM. Di Jakarta, misalnya, ongkos pembelian bus listrik 3-4 kali lebih tinggi.
Selain biaya pengadaan, ongkos pemeliharaan, ketersediaan infrastruktur, dan baterai juga harus dipikirkan supaya operasi bus berjalan secara berkelanjutan. Jangan sampai terjadi insiden operasi bus listrik G20 yang berhenti karena kendala operasional terjadi lagi di masa depan.
4. Pengelolaan limbah baterai
Masifnya pemakaian kendaraan listrik akan mendorong kenaikan volume limbah baterai. Berdasarkan analisis kami,, limbah baterai kendaraan listrik pada 2030 akan mencapai 410 megawatt jam (MWh). Angka ini amatlah banyak.
Pemerintah harus menyiapkan regulasi penampungan, pengolahan, maupun pemanfaatan kembali limbah baterai ini. Salah satu opsi yang bisa ditempuh adalah penggunaan ulang baterai layak pakai untuk menyimpan daya berlebih dari pembangkit listrik tenaga surya.
5. Mengenakan pajak karbon kendaraan BBM
Pemerintah mulai mengenakan pajak karbon bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Saatnya pemerintah memikirkan pengenaan pajak bagi kendaraan berbasis BBM.
Pajak tersebut, selain menjadi pendorong pemakaian kendaraan listrik, juga dapat dipakai untuk membiayai insentif kendaraan listrik. Kami menghitung, dengan asumsi pajak karbon Rp 30 per kilogram CO2, maka pemerintah dapat mendapatkan dana sebesar Rp 3 triliun per tahun.
Angka ini bisa mendanai sebagian besar kebutuhan anggaran insentif kendaraan listrik sebesar Rp 5 triliun.
6. Kebijakan pendukung di daerah
Kendaraan listrik saat ini hanya jamak digunakan di Jawa dan Bali karena memiliki banyak infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian. Supaya penggunaan kendaraan listrik tersebar di berbagai wilayah, pemerintah daerah dapat menyusun regulasi yang memungkinkan pertumbuhannya secara cepat.
Sejauh ini baru Jakarta, Bali, Bandung, dan Medan, yang memiliki regulasi pendukung pemakaian kendaraan listrik. Hal ini sangat disayangkan karena pasar kendaraan listrik amat berpeluang tumbuh bahkan di daerah-daerah terluar, terutama yang minim fasilitas pengisian BBM.
Di distrik Agats di Kabupaten Asmat, Papua Selatan, misalnya, banyak warga yang memakai motor listrik sejak 2006 karena keberadaan pompa bensin yang masih sedikit dan bobot yang sesuai kondisi jalan setempat.
Ada sekitar 4 ribu unit motor listrik di Agats pada 2022. Angka ini semestinya bisa lebih besar jika fasilitas pengisian ulang baterai tersedia lebih banyak.
Selain saran-saran di atas, ada juga insentif yang perlu dikeluarkan pemerintah bagi industri komponen kendaraan listrik, seperti baterai. Tujuannya untuk mempercepat penurunan harga agar penggunaan kendaraan listrik pribadi maupun umum semakin agresif.
Source : theconversation.com