Tantangan Supply Chain dan Optimasi Logistik Kendaraan Listrik (EVs)
Kendaraan listrik akhir-akhir ini semakin ramai diperbincangkan sebagai salah satu solusi kendaraan ramah lingkungan. Kehadirannya dianggap sebagai angin segar dari ancaman habisnya bahan bakar fosil yang tidak bisa diperbarui.
Berdasarkan Data Indonesia, tercatat penjualan mobil listrik di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 15.437 unit. Kenaikan ini sangat drastis atau sekitar 383,46% jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya menembus angka 3.193 unit.
Melihat tingginya pencapaian tersebut, keberadaan supply chain menjadi penting dalam mendistribusikan kendaraan listrik maupun komponen-komponen penting yang dibutuhkan di dalamnya. Hal ini pula yang menjadi tantangan baru bagi industri supply chain agar mampu melakukan proses distribusi secara aman dan cepat.
Seperti apa tantangan supply chain logistik dalam menangani industri kendaraan listrik yang berkembang pesat? Berikut ulasannya.
Komponen Material yang Tersebar
Dalam membuat satu kendaraan listrik membutuhkan komponen yang berbeda-beda dan sebagai sebuah inovasi tentu saja supply chain logistik terus masih terus beradaptasi agar mampu menjembatani setiap kebutuhan pengiriman.
Misalnya saja pada pembuatan baterai Li-ion sebagai penggerak mesin, dibutuhkan tiga komponen utama yaitu litium, kobalt, dan nikel. Ketiganya memang tersedia di dalam bumi, namun untuk mendapatkannya dibutuhkan kapasitas produksi yang cukup dan proses distribusi.
Ada kalanya permintaan yang tinggi tidak sejalan dengan hasil tambang yang tersedia sehingga rantai pasok pun tersendat. Selain itu, mendistribusikan komponen-komponen ini juga tidak mudah, sebab medan area pertambangan biasanya tidak selalu mulus. Belum lagi lokasi ketiga bahan baku ini bisa jadi saling berjauhan, sehingga jarak pengangkutan bahan mentah yang berbeda dapat memperlambat proses produksi.
Produksi Bahan Baku di Negara Berbeda
Tiongkok mencatatkan namanya sebagai negara yang mampu memproduksi tiga perempat dari kebutuhan baterai Li-ion, termasuk 70% kapasitas produksi baterai katoda dan 85% anoda yang merupakan komponen utama pada baterai.
Eropa menjadi benua yang bertanggung jawab pada satu per empat perakitan kendaraan listrik secara global. Sedangkan Korea dan Jepang menjadi negara yang mampu menyediakan bahan baku mentah dari hulu ke hilir.
Setiap negara-negara yang disebutkan tersebut memiliki keunggulan dan peran utama dalam perancangan kendaraan listrik yang berbeda. Untuk itu, demi menciptakan satu kendaraan listrik, dibutuhkan supply chain logistik yang mampu menghubungkan satu negara dengan negara lainnya.
Hal ini menjadi tantangan bagi supply chain logistik untuk mampu bekerja cepat dan aman. Di sisi lain, hal ini juga menjadi kesempatan untuk terlibat dalam mega proyek yang menguntungkan bagi bisnis Anda.
Komponen Kendaraan yang Berisiko
Setelah terbiasa mengangkut komponen-komponen dalam kendaraan konvensional seperti accu, bahan bakar, pelumas, dan sebagainya. Para pegiat supply chain logistik kini harus mulai beradaptasi dengan komponen-komponen baru kendaraan listrik.
Beberapa komponen seperti baterai, inverter, controller, auxiliary battery, DC converter, charger, dan lain-lain mungkin saja membutuhkan proteksi khusus agar aman sampai tujuan.
Pemilik supply chain logistik juga harus menganalisis potensi risiko apa saja yang mungkin terjadi selama proses distribusi berlangsung. Moda transportasi apa yang cocok digunakan, rute mana yang lebih aman, prediksi cuaca dan juga waktu keberangkatan. Semua informasi ini akan sangat berguna untuk memperlancar pengiriman.
Regulasi yang Masih Dikembangkan
Saat ini belum ada peraturan atau regulasi yang lengkap mengenai ketentuan pengiriman logistik untuk barang-barang yang akan menjadi cikal bakal kendaraan listrik.
Di Indonesia sendiri ada 7 peraturan yang terkait dengan mobil listrik, yaitu:
- Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
- Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang DIkenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
- Peraturan Menteri Perhubungan No. 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik
- Peraturan Menteri ESDM No. Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
- Pertama Permenperin Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
- Regulasi kedua yakni Permenperin Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap
Namun dari ketujuh diantaranya belum ada yang membahas soal pendistribusian komponen kendaraan berlistrik. Masalah menjadi muncul saat barang yang dikirim mengalami kecacatan. Sebab ini artinya produsen akan dikenakan biaya tambahan untuk pengangkutan jarak darat dan udara.
Tantangan Tersendiri Bagi Indonesia
Bagi Indonesia, percepatan pembangunan kendaran listrik memang dilakukan agar mendapat segera menurunkan emisi fosil dari bahan bakar terdahulu.
Namun meskipun begitu, sayangnya dari sisi komponen kita belum sanggup dan masih mengandalkan importir. Sehingga di sini peran supply chain logistik menjadi penting.
Itulah tantangan supply chain logistik dalam pengiriman kendaraan listrik. Memilih pihak yang tepat dan aman diperlukan agar upaya normalisasi kendaraan listrik segera terwujud.
Source : www.uniaircargo.co.id